Cctv Online Live Streaming Jakarta Barat Kota Jakarta Barat Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Cctv Online Live Streaming Jakarta Barat Kota Jakarta Barat Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Jayakarta (1527–1619)

Bangsa Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang datang ke Jakarta. Pada abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda.

Upaya permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan oleh orang Sunda dalam cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah, di mana Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya yaitu Mundinglaya.

Namun, sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut. Penetapan hari jadi Jakarta tanggal 22 Juni oleh Sudiro, wali kota Jakarta, pada tahun 1956 adalah berdasarkan pendudukan Pelabuhan Sunda Kalapa oleh Fatahillah pada tahun 1527.

Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta (aksara Dewanagari: जयकृत) yang berarti "kota kemenangan", Jayakarta berasal dari dua kata Sanskerta yaitu Jaya (जय) yang berarti "kemenangan"[18] dan Karta (कृत) yang berarti "dicapai".[19] Selanjutnya Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon, menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada putranya yaitu Maulana Hasanuddin dari Banten yang menjadi sultan di Kesultanan Banten.

Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596. Jayakarta pada awal abad ke-17 diperintah oleh Pangeran Jayakarta, salah seorang kerabat Kesultanan Banten. Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan Kesultanan Banten dan kemudian mengubah namanya menjadi Batavia.

Pada 5 Januari 1699, Batavia dilanda gempa bumi berkekuatan 7,4 hingga 8,0 Mw berpusat di wilayah Selat Sunda, hingga menyebabkan kerusakan meluas dan menewaskan 128 orang.

Selama kolonialisasi Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. (Lihat Batavia). Untuk pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari mereka berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok, dan pesisir Malabar, India. Sebagian berpendapat bahwa mereka inilah yang kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama suku Betawi.

Saat itu luas Batavia hanya mencakup daerah yang saat ini dikenal sebagai Kota Tua di Jakarta Utara. Sebelum kedatangan para budak tersebut, sudah ada masyarakat Sunda yang tinggal di wilayah Jayakarta seperti masyarakat Jatinegara Kaum.

Sedangkan suku-suku dari etnis pendatang, pada zaman kolonialisme Belanda, membentuk wilayah komunitasnya masing-masing. Maka di Jakarta ada wilayah-wilayah bekas komunitas itu seperti Pecinan, Pekojan, Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, Kampung Bali, dan Manggarai.

Pada tanggal 9 Oktober 1740, terjadi kerusuhan di Batavia dengan terbunuhnya 5.000 orang Tionghoa. Dengan terjadinya kerusuhan ini, banyak orang Tionghoa yang lari ke luar kota dan melakukan perlawanan terhadap Belanda.[23] Dengan selesainya Koningsplein (Gambir) pada tahun 1818, Batavia berkembang ke arah selatan.

Tanggal 1 April 1905 di Ibukota Batavia dibentuk dua kotapraja (gemeente), yakni Gemeente Batavia dan Meester Cornelis. Tahun 1920, Belanda membangun kota taman Menteng, dan wilayah ini menjadi tempat baru bagi petinggi Belanda menggantikan Molenvliet di utara. Pada tahun 1935, Batavia dan Meester Cornelis (Jatinegara) telah terintegrasi menjadi sebuah wilayah Jakarta Raya.[24]

Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan untuk pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Jawa yang diresmikan dengan surat keputusan tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507. Batavia menjadi salah satu keresidenan dalam Provincie West Java di samping Banten, Buitenzorg (Bogor), Priangan, dan Cirebon.

Pendudukan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi Djakarta untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.[25]

Jalan Jamblang Raya I, Duri Sel., Tambora, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11270, Indonesia Peta

Jalan Jamblang Raya I, Duri Sel., Tambora, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11270, Indonesia Peta Tunjukkan peta jalan Medan Tunjukkan peta jalan dengan medan Satelit Tunjukkan citra satelit Hibrida Tunjukkan citra dengan nama jalan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Daerah Khusus Ibukota Jakarta II adalah sebuah daerah pemilihan dalam pemilihan umum legislatif di Indonesia. Daerah pemilihan ini terdiri dari Kota Jakarta Pusat dan Kota Jakarta Selatan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, serta mewakili konstituen Warga Negara Indonesia di luar negeri. Daerah pemilihan ini sendiri diwakili oleh tujuh anggota Dewan Perwakilan Rakyat sejak 2009.

Lihat detail pada laman daftar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2014–2019 untuk DKI Jakarta.

Lihat detail pada laman daftar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2019–2024 untuk DKI Jakarta.

Lihat detail pada laman daftar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2024–2029 untuk DKI Jakarta.

Daftar mengikuti urutan abjad nama anggota. Partai yang memiliki anggota terbanyak diletakkan bersamaan di paling atas.

Jakarta (1945–sekarang)

Sejak kemerdekaan sampai sebelum tahun 1959, Djakarta adalah bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di bawah wali kota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu yang dipimpin oleh gubernur. Yang menjadi gubernur pertama ialah Soemarno Sosroatmodjo, seorang dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan langsung oleh Presiden Sukarno.

Pada tahun 1961, status Djakarta diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Chusus Ibukota (DCI, sekarang dieja Daerah Khusus Ibukota/DKI) dan gubernurnya tetap dijabat oleh Sumarno.[26]

Semenjak dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta. Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua kali. Berbagai kantung permukiman kelas menengah baru kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka Putih, Pulo Mas, Tebet, dan Pejompongan. Pusat-pusat permukiman juga banyak dibangun secara mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi milik negara seperti Perum Perumnas.

Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar, antara lain Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa ini pula Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis kota, menggantikan poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat permukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok Indah (oleh PT Pembangunan Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta Selatan.

Laju perkembangan penduduk ini pernah coba ditekan oleh gubernur Ali Sadikin pada awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup" bagi pendatang. Kebijakan ini tidak bisa berjalan dan dilupakan pada masa-masa kepemimpinan gubernur selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta masih harus bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti banjir, kemacetan, serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai.

Pada Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang memakan korban banyak etnis Tionghoa. Gedung MPR/DPR diduduki oleh para mahasiswa yang menginginkan reformasi. Buntut kerusuhan ini adalah turunnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan.[27]

Jakarta berlokasi di sebelah utara Pulau Jawa, di muara Ciliwung, Teluk Jakarta. Seluruh wilayah Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter dpl dengan titik tertinggi Jakarta adalah 91 meter dpl berada di Kawasan Buperta Cibubur, Cipayung, Jakarta Timur yang merupakan ujung terendah dari formasi dataran Jonggol-Jatiluhur. Sementara titik terendahnya yaitu -1 meter dpl dengan lokasi di wilayah Muara Baru dan Pluit, Jakarta Utara di mana daerah tersebut mengalami fenomena penurunan tanah sejak lama.[30] Karena berada di dataran rendah, mengakibatkan banyak dari wilayah Jakarta sering dilanda banjir, terlebih sebelah selatan Jakarta merupakan daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Jakarta dilewati oleh 13 sungai yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah Ciliwung, yang membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan selatan Jakarta berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan di sebelah barat berbatasan dengan provinsi Banten.

Kepulauan Seribu adalah kabupaten administratif yang terletak di Teluk Jakarta, seluruh wilayahnya berbentuk gugusan kepulauan, dengan 105 pulau terletak sejauh 45 km (28 mil) sebelah utara Teluk Jakarta.

Jakarta memiliki suhu udara yang panas dan kering atau beriklim tropis. Terletak di bagian barat Indonesia, Jakarta mengalami puncak musim penghujan pada bulan Januari dan Februari dengan rata-rata curah hujan 350 milimeter dengan suhu rata-rata 27 °C. Curah hujan antara bulan Januari dan awal Februari sangat tinggi, pada saat itulah Jakarta dilanda banjir setiap tahunnya, dan puncak musim kemarau pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 milimeter . Bulan September dan awal Oktober adalah hari-hari yang sangat panas di Jakarta, suhu udara dapat mencapai 40 °C .[31] Suhu rata-rata tahunan berkisar antara 25°-38 °C (77°-100 °F).[32]

Dasar hukum bagi DKI Jakarta adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007, tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU ini menggantikan UU Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Negara Republik Indonesia Jakarta serta UU Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu kota Negara Republik Indonesia Jakarta yang keduanya tidak berlaku lagi.

DKI Jakarta memiliki status khusus sebagai Daerah Khusus Ibukota setingkat provinsi dan dipimpin oleh seorang gubernur. Berbeda dengan provinsi lainnya, DKI Jakarta hanya memiliki pembagian di bawahnya berupa lima kota administratif, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan serta satu kabupaten administratif, yaitu Kabupaten Kepulauan Seribu yang tidak memiliki perwakilan rakyat tersendiri.[37][38]

Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah Gubernur dan perangkat daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.[39]

Perwakilan di DPR RI dan DPD RI

DKI Jakarta memiliki 21 perwakilan di DPR (dari tiga daerah pemilihan) dan empat orang untuk DPD. Keempat anggota DPD untuk periode 2019-2024 adalah Jimly Asshiddiqie; Sabam Sirait; Fahira Fahmi Idris; dan Sylviana Murni. Selain itu berdasarkan hasil Pemilu Legislatif 2019, DPRD Jakarta memperoleh total 106 kursi yang didominasi oleh PDI-P (25 kursi), Partai Gerindra (19 kursi) dan PKS (16 kursi). Pimpinan DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 terdiri dari Prasetyo Edi Marsudi (Ketua; PDI-P), Muhammad Taufik (Wakil Ketua; Gerindra), Abdurrahman Suhaimi (Wakil Ketua; PKS), Misan Samsuri (Wakil Ketua; Demokrat), dan Zita Anjani (Wakil Ketua; PAN) yang resmi dilantik pada tanggal 14 Oktober 2019.[40]

Di Jakarta terdapat 77 kedutaan besar negara-negara sahabat. Sebagian besar kedutaan ini terletak di kawasan bisnis Jakarta. Beberapa kedutaan besar negara-negara sahabat, sempat diancam oleh bom, yakni Kedutaan Besar Australia dan Kedutaan Besar Filipina. Kedutaan Besar Amerika Serikat, Inggris, dan Malaysia kerap menjadi tempat berdemonstrasi warga, yang memprotes kebijakan internasional negara tersebut.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta tahun 2021, jumlah penduduk Jakarta adalah 11.100.929 jiwa (2020).[4] Namun pada siang hari, angka tersebut dapat bertambah seiring datangnya para pekerja dari kota satelit seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, dan Depok.

Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta beragam. Menurut data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta tahun 2020, persentasi penduduk berdasarkan agama yang dianut adalah Islam (83,68%), lalu Kristen (12,53%) di mana (Protestan 8,60 % & Katolik 3,93%), Buddha (3,59%), Hindu (0,16%), Konghucu (0,03%), dan agama lainnya (0,01%).[5]

Angka ini tidak jauh berbeda dengan keadaan pada tahun 1980, di mana umat Islam berjumlah 84,4%, diikuti oleh Protestan (6,3%), Katolik (2,9%), Hindu dan Budha (5,7%), serta Tidak beragama (0,3%)[41] Menurut Cribb, pada tahun 1971 penganut agama Konghucu secara relatif adalah 1,7%. Pada tahun 1980 dan 2005, sensus penduduk tidak mencatat agama yang dianut selain keenam agama yang diakui pemerintah.

Berbagai tempat peribadatan agama-agama dunia dapat dijumpai di Jakarta. Masjid dan musala, sebagai rumah ibadah umat Islam, tersebar di seluruh penjuru kota, bahkan hampir di setiap lingkungan. Masjid terbesar adalah masjid nasional, Masjid Istiqlal, yang terletak di Gambir. Sejumlah masjid penting lain adalah Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran Baru, Masjid At Tin di Taman Mini, dan Masjid Sunda Kelapa di Menteng. Pada tahun 2017, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka Masjid Raya KH Hasyim Asy'ari di daerah Kalideres yang dioperasikan oleh Pemprov.

Sedangkan gereja besar yang terdapat di Jakarta antara lain, Gereja Katedral Jakarta, Gereja Santa Theresia di Menteng, dan Gereja Santo Yakobus di Kelapa Gading untuk umat Katolik.

Masih dalam lingkungan di dekatnya, terdapat bangunan Gereja Immanuel yang terletak di seberang Stasiun Gambir bagi umat Kristen Protestan. Selain itu, ada Gereja Koinonia di Jatinegara, Gereja Sion di Jakarta Kota, Gereja Toraja Jemaat Kota berbentuk tongkonan di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Bagi umat Hindu yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya, terdapat Pura Adhitya Jaya yang berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur, dan Pura Segara di Cilincing, Jakarta Utara. Rumah ibadah umat Buddha antara lain Vihara Dhammacakka Jaya di Sunter, Vihara Theravada Buddha Sasana di Kelapa Gading, dan Vihara Silaparamitha di Cipinang Jaya. Sedangkan bagi penganut Konghucu terdapat Kelenteng Jin Tek Yin. Jakarta juga memiliki sebuah tempat yang dijadikan sebagai sinagoge atau tempat ibadah umat Yahudi yang ada di Jakarta.[42]

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, tercatat bahwa penduduk Jakarta berjumlah 9.547.541 jiwa yang terdiri dari orang Jawa sebanyak (36,17%), Betawi (28,29%), Sunda (14,61%), Tionghoa (6,62%), Batak (3,42%), Minang (2,85%), Melayu (0,96%), Madura (0,84%), Bugis (0,71%), Lampung (0,47%), asal Maluku (0,47%), Makassar (0,31%), Minahasa (0,39%), Aceh (0,32), asal NTB (0,26%), asal NTT (0,31%), Bali (0,16%), dan suku lainnya.[43]

Jumlah penduduk dan komposisi etnis di Jakarta, selalu berubah dari tahun ke tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta. Suku Jawa adalah etnis terbesar dengan populasi 35,16% penduduk kota. Etnis Betawi berjumlah 27,65% dari penduduk kota. Pembangunan Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak menggusur perkampungan etnis Betawi ke pinggiran kota. Pada tahun 1961, orang Betawi masih membentuk persentase terbesar di wilayah pinggiran seperti Cengkareng, Kebon Jeruk, Pasar Minggu, dan Pulo Gadung[44]

Jumlah orang Jawa banyak di Jakarta karena ketimpangan pembangunan antara daerah dan Jakarta. Sehingga orang Jawa mencari pekerjaan di Jakarta. Hal ini memunculkan tradisi mudik setiap tahun saat menjelang Lebaran yaitu orang daerah di Jakarta pulang secara bersamaan ke daerah asalnya. Jumlah mudik lebaran yang terbesar dari Jakarta adalah menuju Jawa Tengah. Secara perinci prediksi jumlah pemudik tahun 2104 ke Jawa Tengah mencapai 7.893.681 orang. Dari jumlah itu didasarkan beberapa kategori, yakni 2.023.451 orang pemudik sepeda motor, 2.136.138 orang naik mobil, 3.426.702 orang naik bus, 192.219 orang naik kereta api, 26.836 orang naik kapal laut, dan 88.335 orang naik pesawat.[45]

Per 2014, menurut data Kementerian Perhubungan Indonesia menunjukkan tujuan pemudik dari Jakarta adalah 61% Jateng, 39% Jatim dan 10% daerah lain. Ditinjau dari profesinya, 28% pemudik adalah karyawan swasta, 27% wiraswasta, 17% PNS/TNI/POLRI, 10% pelajar/mahasiswa, 9% ibu rumah tangga dan 9% profesi lainnya. Diperinci menurut pendapatan pemudik, 44% berpendapatan Rp3-5 Juta, 42% berpendapatan Rp1-3 Juta, 10% berpendapatan Rp5-10 Juta, 3% berpendapatan di bawah Rp1 Juta dan 1% berpendapatan di atas Rp10 Juta.[46]

Orang Tionghoa telah hadir di Jakarta sejak abad ke-17. Mereka biasa tinggal mengelompok di daerah-daerah permukiman yang dikenal dengan istilah Pecinan. Pecinan atau Kampung Cina dapat dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara, selain perumahan-perumahan baru di wilayah Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter. Orang Tionghoa banyak yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang.[47] Di samping etnis Tionghoa & etnis Minangkabau juga banyak yang berdagang, di antaranya perdagangan grosir dan eceran di pasar-pasar tradisional kota Jakarta. Selain etnis Tionghoa dan Minangkabau, ada juga etnis Arab, India, Banjar, Melayu & Bugis yang beradu nasib di Jakarta. Etnis Arab biasanya berdagang parfum, peci, mukena, sarung, karpet, dan kurma.

Masyarakat dari Indonesia Timur, terutama etnis Bugis, Makassar, Manado (Minahasa), dan Ambon, terkonsentrasi di wilayah Tanjung Priok. Di wilayah ini pula, masih banyak terdapat masyarakat keturunan Portugis, serta orang-orang yang berasal dari Luzon, Filipina.[44]

Berdasarkan data dari Sensus Penduduk Indonesia 2010, berikut ini komposisi etnis atau suku bangsa di provinsi DKI Jakarta:[43]

Jakarta merupakan daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Saat ini, lebih dari 70% uang negara beredar di Jakarta[per kapan?]. Perekonomian Jakarta terutama ditunjang oleh sektor perdagangan, jasa, properti, industri kreatif, dan keuangan. Beberapa sentra perdagangan di Jakarta yang menjadi tempat perputaran uang cukup besar adalah kawasan Tanah Abang dan Glodok. Kedua kawasan ini masing-masing menjadi pusat perdagangan tekstil serta dengan sirkulasi ke seluruh Indonesia. Bahkan untuk barang tekstil dari Tanah Abang, banyak pula yang menjadi komoditas ekspor. Untuk sektor keuangan, yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian Jakarta adalah industri perbankan dan pasar modal.

Untuk industri pasar modal, pada bulan Mei 2013 Bursa Efek Indonesia tercatat sebagai bursa yang memberikan keuntungan terbesar, setelah Bursa Efek Tokyo.[50]Pada bulan yang sama, kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia telah mencapai USD 510,98 miliar atau nomor dua tertinggi di kawasan ASEAN.[51] Sebagai pusat perekonomian Indonesia, Jakarta bukan sebagai pusat perdagangan dari penjuru wilayah, tetapi Jakarta juga memfasilitasi pembangunan ekonomi di sebagian besar Jawa Barat[a], sebagian Banten[b], Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Pulau Sumatra, dan Kalimantan Barat.

Pada tahun 2012, pendapatan per kapita masyarakat Jakarta sebesar Rp 110,46 juta per tahun (USD 12,270). Sedangkan untuk kalangan menengah atas dengan penghasilan Rp 240,62 juta per tahun (USD 26,735), mencapai 20% dari jumlah penduduk. Di sini juga bermukim lebih dari separuh orang-orang kaya di Indonesia dengan penghasilan minimal USD 100,000 per tahun. Kekayaan mereka terutama ditopang oleh kenaikan harga saham serta properti yang cukup signifikan. Saat ini

Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan harga properti mewah yang tertinggi di dunia, yakni mencapai 38,1%.[52]

Selain hunian mewah, pertumbuhan properti Jakarta juga ditopang oleh penjualan dan penyewaan ruang kantor. Pada periode 2009-2012, pembangunan gedung-gedung pencakar langit (di atas 150 meter) di Jakarta mencapai 87,5%, dari 40 gedung pada tahun 2009 menjadi 75 gedung pada tahun 2012. Hal ini telah menempatkan Jakarta sebagai salah satu kota dengan pertumbuhan pencakar langit tercepat di dunia.[53] Pada tahun 2020, diperkirakan jumlah pencakar langit di Jakarta akan mencapai 250 unit. Dan pada saat itu Jakarta telah memiliki gedung tertinggi di Asia Tenggara dengan ketinggian mencapai 638 meter (The Signature Tower).

Di DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan raya dan jalan tol yang melayani seluruh kota. Namun, perkembangan jumlah mobil dengan jumlah jalan sangatlah timpang (5—10% dengan 4—5%)[butuh rujukan].

Per tahun 2020, menurut data dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, tercatat 46 kawasan dengan 100 titik simpang rawan macet di Jakarta. Definisi rawan macet adalah arus tidak stabil, kecepatan rendah serta antrean panjang. Selain oleh warga Jakarta, kemacetan juga diperparah oleh para pelaju dari kota-kota di sekitar Jakarta seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor yang bekerja di Jakarta. Untuk di dalam kota, kemacetan dapat dilihat di Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, Jalan Rasuna Said, Jalan Satrio, dan Jalan Gatot Subroto. Kemacetan sering terjadi pada pagi dan sore hari, yakni pada saat jam pergi dan pulang kantor.[54]

Untuk melayani mobilitas penduduk Jakarta, pemerintah ldaerah maupun pusat menyediakan sarana bus BRT Transjakarta. Selain itu terdapat pula bus perkotaan yang dikelola oleh pihak BUMN maupun swasta seperti Perum DAMRI, Bianglala Metropolitan, Bayu Holong Persada, Mayasari Bakti, dan Kosub Bersama dalam jaringan bus Transjabodetabek, JA Connexion, maupun JR Connexion yang dikelola oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek. Bus-bus ini melayani rute yang menghubungkan terminal-terminal dalam kota, antara lain Pulogadung, Kampung Rambutan, Blok M, Kalideres, Grogol, Tanjung Priok, Lebak Bulus, Rawamangun, dan Kampung Melayu. Untuk angkutan lingkungan, terdapat angkutan kota seperti Mikrolet dan KWK, dengan rute dari terminal ke lingkungan sekitar terminal. Selain itu ada pula ojek, bajaj, dan bemo untuk angkutan jarak pendek. Tidak seperti wilayah lainnya di Jakarta yang menggunakan sepeda motor, di kawasan Tanjung Priok dan Jakarta Kota, pengendara ojek menggunakan sepeda ontel. Angkutan becak masih banyak dijumpai di wilayah pinggiran Jakarta seperti di Bekasi, Tangerang, dan Depok.[55]

Sejak tahun 2004, Pemerintah DKI Jakarta telah menghadirkan layanan transportasi umum yang dikenal dengan TransJakarta. Layanan ini menggunakan bus AC dan halte yang berada di jalur khusus. Per tahun 2020, ini ada empat belas koridor Transjakarta yang telah beroperasi, yaitu:[56]

MRT Jakarta adalah salah satu proyek infrastruktur terbesar dan paling signifikan dalam sejarah transportasi ibu kota Indonesia. Dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas yang parah dan meningkatkan mobilitas warga, MRT Jakarta telah membawa perubahan besar dalam sistem transportasi publik di Jakarta. Pembangunan yang dimulai pada tahun 2013 dan selesai pada tahun 2019 menandai era baru dalam perjalanan sehari-hari bagi jutaan penduduk

Proyek MRT Jakarta dimulai sebagai respon terhadap kebutuhan mendesak akan transportasi massal yang efisien dan andal di Jakarta. Pembangunan fase pertama yang meliputi rute Lebak Bulus hingga Bundaran HI dimulai pada tahun 2013. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, termasuk teknis dan finansial, proyek ini berhasil diselesaikan tepat waktu, dengan fase pertama resmi dibuka untuk umum pada Maret 2019

MRT Jakarta fase 2 merupakan lanjutan dari proyek MRT yang sebelumnya telah sukses dengan fase pertama. Proyek ini dimulai pada tahun 2019 dan direncanakan selesai pada tahun 2027. Fase kedua ini akan memperpanjang jalur dari Bundaran HI hingga ke Kota, menambah panjang rute dan memperluas jangkauan transportasi publik yang modern dan efisien di Jakarta.

LRT Jabodebek merupakan salah satu proyek transportasi massal terbesar di wilayah Jabodetabek, dirancang untuk meningkatkan konektivitas antara berbagai kota satelit dan Jakarta. Dengan pembangunan dimulai pada tahun 2015 dan selesai pada tahun 2022, Dengan Rute 2 Line Yaitu Cibubur - Dukuh Atas Dan Jatimulya - Dukuh Atas proyek ini membawa harapan besar bagi warga metropolitan untuk memiliki akses transportasi yang lebih cepat, efisien, dan ramah lingkungan. dan jalur Kuningan–Cawang–Bekasi–Bandara Soekarno Hatta yang dibiayai pemerintah pusat. Untuk lintasan kereta api, pemerintah pusat sedang menyiapkan jalur ganda pada jalur Manggarai-Cikarang. Selain itu juga, saat ini sudah dibangun jalur kereta api dari Manggarai menuju Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng. Jalur ini sudah siap dioperasikan dan dibuka untuk umum.[57]

Selain bus kota, angkutan kota, becak dan bus Transjakarta, sarana transportasi andalan masyarakat Jakarta adalah kereta api komuter yang di operasikan oleh KAI Commuter yang biasa dikenal dengan KRL Commuter Line. Layanan kereta api komuter ini beroperasi dari pagi hari hingga malam hari, melayani masyarakat penglaju yang bertempat tinggal di seputaran Jabodetabek. Ada beberapa jalur kereta api komuter dengan jenama Commuter Line, yakni;[58]

Angkutan Sungai, atau lebih populer dengan sebutan waterways, adalah sebuah sistem transportasi alternatif melalui sungai di Jakarta. Sistem transportasi ini diresmikan penggunaannya oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso pada tanggal 6 Juni 2007. Sistem ini merupakan bagian dari penataan sistem transportasi di Jakarta yang disebut Pola Transportasi Makro (PTM). Dalam PTM disebutkan bahwa arah penataan sistem transportasi merupakan integrasi beberapa model transportasi yang meliputi Bus Rapid Transit (BRT), Light Rapid Transit (LRT), Mass Rapid Transit (MRT), dan Angkutan Sungai (Waterways).

Waterways mulai dioperasikan dan diintegrasikan dalam transportasi makro Jakarta setelah peresmian rute Halimun-Karet sepanjang 1,7 kilometer oleh Gubernur Sutiyoso pada 6 Juni 2007. Rute ini merupakan bagian dari perencanaan rute Manggarai-Karet sepanjang 3,6 kilometer. Waterways merupakan kelanjutan dari pengoperasian sistem transportasi TransJakarta. Untuk mengawali Waterways, Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta mengoperasikan dua unit kapal yang masing-masing berkapasitas 28 orang yang disebut KM Kerapu III dan KM Kerapu IV yang berkecepatan maksimal 8 knot.[59]

Sebagai salah satu kota global, Jakarta telah memiliki infrastruktur penunjang berupa jalan, listrik, telekomunikasi, air bersih, gas, serat optik, bandara, dan pelabuhan. Saat ini rasio jalan di Jakarta mencapai 6,2% dari luas wilayahnya.[60] Selain jalan protokol, jalan ekonomi, dan jalan lingkungan, Jakarta juga didukung oleh jaringan Jalan Tol Lingkar Dalam, Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta 1–2, dan Jalan Tol Trans Jawa.

Untuk ke kota-kota lain di Pulau Jawa, Jakarta terhubung dengan Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang bersambung dengan Jalan Tol Cipularang ke Bandung atau Priangan Timur dan Jalan Tol Cipali ke Cirebon, Jawa Tengah/DI Yogyakarta beserta Jawa Timur. Selain itu juga tersedia layanan kereta api yang berangkat dari enam stasiun pemberangkatan di Jakarta. Untuk ke Pulau Sumatra, tersedia ruas Jalan Tol Jakarta-Merak yang kemudian dilanjutkan dengan layanan penyeberangan dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni.

Di sektor transportasi rel, Jakarta juga melayani kereta api antarkota menuju berbagai tujuan di Pulau Jawa melalui dua lintas utama seperti lintas utara menghubungkan Jakarta dengan Semarang, Surabaya, serta Jakarta dengan Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya di lintas selatan Pulau Jawa. Sebagai pusat bisnis Indonesia, Jakarta adalah pertemuan seluruh lin kereta komuter yang menghubungkan kota penyangga di Jabodetabek yang dikelola oleh KAI Commuter.

Berikut ini adalah enam stasiun kereta api utama di Provinsi DKI Jakarta dan layanan kereta api yang melayani stasiun tersebut.

Berikut ini adalah lintas utama kereta api antarkota yang dilalui Provinsi DKI Jakarta dan Jabodetabek:

Untuk transportasi air beserta udara, Jakarta memiliki satu pelabuhan laut bernama Pelabuhan Tanjung Priok dan bandar udara, yaitu:

Untuk pengadaan air bersih, saat ini Jakarta dilayani oleh dua perusahaan, yakni PT Aetra Air Jakarta untuk wilayah sebelah timur Sungai Ciliwung, dan PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) untuk wilayah sebelah barat Sungai Ciliwung. Pada tahun 2015, kedua perusahaan ini mampu menyuplai air bersih kepada 60% penduduk Jakarta.[61]

Jakarta memiliki banyak taman kota yang berfungsi sebagai daerah resapan air[butuh rujukan]. Taman Monas atau Taman Medan Merdeka merupakan taman terluas yang terletak di jantung Jakarta. Di tengah taman berdiri Monumen Nasional yang dibangun pada tahun 1963. Taman terbuka ini dibuat oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1870) dan selesai pada tahun 1910 dengan nama Koningsplein. Di taman ini terdapat beberapa ekor kijang dan 33 pohon yang melambangkan 33 provinsi di Indonesia.[butuh rujukan]

Taman Suropati terletak di kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Taman berbentuk oval dengan luas 16,322 m2 ini, dikelilingi oleh beberapa bangunan Belanda kuno. Di taman tersebut terdapat beberapa patung modern karya artis-artis ASEAN, yang memberikan sebutan lain bagi taman tersebut, yaitu "Taman persahabatan seniman ASEAN".[butuh rujukan]

Taman Lapangan Banteng merupakan taman lain yang terletak di Gambir, Jakarta Pusat. Luasnya sekitar 4,5 ha. Di sini terdapat Monumen Pembebasan Irian Barat. Pada tahun 1970-an, taman ini digunakan sebagai terminal bus. Kemudian pada tahun 1993, taman ini kembali diubah menjadi ruang publik, tempat rekreasi, dan juga kadang-kadang sebagai tempat pertunjukan seni.

Taman Menteng, yang terletak di jantung Jakarta Pusat, adalah salah satu contoh terbaik dari ruang terbuka hijau di kota metropolitan ini. Dikenal sebagai salah satu ikon hijau di Jakarta, taman ini menawarkan berbagai fasilitas yang membuatnya menjadi tempat favorit bagi warga kota untuk bersantai, berolahraga, dan menikmati waktu bersama keluarga.

Taman Menteng berdiri di atas lahan yang dulu merupakan Stadion Menteng, sebuah lapangan sepak bola yang bersejarah bagi banyak warga Jakarta. Pada tahun 2007, stadion ini direnovasi menjadi taman kota sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan ruang hijau di Jakarta. Transformasi ini tidak hanya mempertahankan warisan sejarah tetapi juga memberikan wajah baru yang lebih ramah lingkungan dan bermanfaat bagi masyarakat.

Tebet Eco Park, yang resmi dibuka pada tahun 2022, adalah salah satu taman kota terbaru di Jakarta Selatan yang segera menjadi sorotan dan kebanggaan bagi warga kota. Dengan konsep ekologis dan ramah lingkungan, taman ini menawarkan ruang hijau yang luas dan fasilitas modern, menjadikannya destinasi populer bagi mereka yang mencari kesejukan dan ketenangan di tengah hiruk-pikuk kota

Sebelum menjadi Tebet Eco Park, area ini dikenal sebagai Taman Tebet. Renovasi besar-besaran yang dilakukan pada tahun 2021 hingga 2022 mengubah taman ini menjadi ruang publik yang lebih ramah lingkungan dan multifungsi. Pemerintah DKI Jakarta berkomitmen untuk menyediakan lebih banyak ruang terbuka hijau, dan pembukaan Tebet Eco Park adalah bukti nyata dari komitmen tersebut. Dengan luas lebih dari 7 hektar, taman ini dirancang untuk mengakomodasi berbagai aktivitas sambil tetap menjaga kelestarian lingkungan.[butuh rujukan]

Di DKI Jakarta tersedia sarana pendidikan dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Fasilitas dari sarana pendidikan sangat bervariasi dari gedung mewah dengan pendingin udara sampai yang sederhana.

Belakangan ini[per kapan?] mulai muncul berbagai sekolah dengan kurikulum yang diserap dari negara lain seperti Singapura dan Australia. Sekolah lain dengan kurikulum Indonesia pun juga muncul dengan metode pengajaran yang berbeda, seperti Sekolah Dasar Islam Terpadu. Selain sekolah yang didirikan oleh pemerintah, banyak pula sekolah yang dikembangkan oleh pihak swasta, seperti Al-Azhar, Muhammadiyah, BPK Penabur, Kolese Kanisius, Don Bosco, Tarakanita, Pangudi Luhur, Santa Ursula, Regina Pacis dan Marsudirini.

DKI Jakarta juga menjadi lokasi berbagai universitas, antara lain:

Di Jakarta juga memiliki beberapa sekolah internasional, beberapa diantaranya:

Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari dalam dan luar Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugis.

Jakarta merupakan daerah tujuan urbanisasi berbagai ras di dunia dan berbagai suku bangsa di Indonesia, untuk itu diperlukan bahasa komunikasi yang biasa digunakan dalam perdagangan yaitu Bahasa Melayu. Penduduk asli yang berbahasa Sunda pun akhirnya menggunakan bahasa Melayu tersebut.

Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng, dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik[67] yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.

Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Melayu dialek Betawi. Untuk penduduk asli di Kampung Jatinegara Kaum, mereka masih kukuh menggunakan bahasa leluhur mereka yaitu bahasa Sunda.

Bahasa daerah juga digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti Jawa, Sunda, Minang, Batak, Madura, Bugis, Inggris dan Tionghoa. Hal demikian terjadi karena Jakarta adalah tempat berbagai suku bangsa bertemu. Untuk berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia.

Selain itu, muncul juga bahasa gaul yang tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-kata yang kadang-kadang dicampur dengan bahasa asing. Bahasa Inggris adalah bahasa asing yang paling banyak digunakan, terutama untuk kepentingan diplomatik, pendidikan, dan bisnis. Bahasa Mandarin juga menjadi bahasa asing yang banyak digunakan, terutama di kalangan pebisnis Tionghoa.

Jakarta merupakan salah satu destinasi wisata yang cukup baik di Indonesia. Untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Jakarta, pemerintah mengadakan program "Enjoy Jakarta". Beberapa tempat pariwisata yang terkenal dan biasa dikunjungi oleh para wisatawan lokal dan mancanegara di antaranya adalah Taman Mini Indonesia Indah, Pulau Seribu, Kebun Binatang Ragunan, dan Taman Impian Jaya Ancol (termasuk taman bermain Dunia Fantasi dan Seaworld Indonesia). Disamping itu Jakarta juga memiliki banyak tempat wisata sejarah, yakni berupa museum dan tugu. Diantaranya adalah Museum Gajah, Museum Fatahillah, dan Monumen Nasional. Disamping tempat wisatanya yang memadai, saat ini di Jakarta telah tersedia sekitar 219 hotel berbintang, 3.173 restoran, dan 40 balai pertemuan.[68] Hampir semua jaringan hotel kelas dunia telah membuka gerainya di Jakarta, seperti JW Marriott Jakarta, The Ritz-Carlton Jakarta, Shangri-La Hotel, dan Grand Hyatt Jakarta.

Dalam rangka menciptakan Jakarta sebagai kota tujuan wisata belanja, setiap tahun antara bulan Juni-Juli, pemerintah Jakarta mengadakan program "Jakarta Great Sale" yang biasnya diadakan bersamaan dengan "Jakarta Fair". Ketika terjadi pandemi koronavirus sejak akhir tahun 2019, acara ini pada tahun 2020 menjadi "Jakarta Great Sale Online", karena adanya pembatasan kegiatan di luar rumah.[69] Program ini diadakan di pusat-pusat perbelanjaan yang terdapat di Jakarta. Untuk mewujudkan Jakarta sebagai tujuan wisata belanja yang unggul, pemerintah saat ini sedang mengembangkan poros Casablanca-Satrio sebagai poros wisata belanja. Di poros ini, terdapat beberapa pusat perbelanjaan untuk berbagai segmen, yaitu Mal Ambassador, ITC Kuningan, Ciputra World Jakarta, Kuningan City, dan Kota Kasablanka. Tak jauh dari situ berdiri pula Plaza Festival, salah satu pusat kuliner yang menawarkan makanan-makanan khas Jakarta.

Jakarta memiliki nama-nama pasar sesuai dengan nama hari dalam sepekan dalam bahasa Betawi. Namun dari nama-nama hari itu termasuk Pasar Minggu, Pasar Senen, Pasar Rebo, dan Pasar Jumat, dan kini menjadi nama sebuah daerah. Sementara, Pasar Selasa dan Pasar Sabtu, tidak terdengar lagi, konon karena terkalahkan oleh nama daerah. Sedangkan Pasar Kemis sendiri tidak terletak di DKI Jakarta, melainkan di Kabupaten Tangerang. Nama pasar dikaitkan dengan nama hari karena dalam riwayatnya, aktivitas di pasar itu dilakukan pada hari tertentu. Misalnya, disebut Pasar Senen karena aktivitas di pasar tersebut dulunya selalu dilakukan setiap hari Senin. Kini nama tersebut menjadi sebuah kecamatan di wilayah Jakarta Pusat.

Dalam arsip Kolonial, pasar pertama kali didirikan oleh seorang tuan tanah berdarah Belanda bernama Yustinus Vinck di bagian selatan Castle Batavia pada tahun 1730-an. Pasar itu bernama "Vincke Passer" yang saat ini dikenal dengan nama Pasar Senen. Vincke Passer adalah pasar pertama yang menerapkan sistem jual beli dengan menggunakan uang sebagai alat jual beli yang sah.

Kemudian masuk pada abad ke-19 atau pada tahun 1801, pemerintah VOC memberikan kebijakan dalam perizinan membangun pasar kepada tuan tanah. Namun dengan peraturan pasar yang didirikan dibedakan menurut harinya. Vincke Passer buka setiap hari Senin, sehingga orang pribumi sering menyebut Vincke Passer sebagai "Pasar Senen" dan hingga saat ini nama tersebut masih melekat hingga diabadikan menjadi sebuah nama daerah.

Selain Vincke Passer yang buka hari Senin, ada juga pasar yang buka hari Selasa yakni "Pasar Koja", pasar yang buka setiap hari Rabu adalah Pasar Rebo yang kini menjadi "Pasar Induk Kramat Jati". Kemudian pasar yang buka setiap hari Kamis adalah Mester Passer yang kini disebut "Pasar Jatinegara". Selanjutnya ada beberapa pasar yang buka pada hari Jumat, seperti "Pasar Lebakbulus", "Pasar Klender", dan "Pasar Cimanggis".

Untuk Pasar Sabtu, atau pasar yang bukanya setiap hari Sabtu adalah "Pasar Tanah Abang". Sedangkan Pasar Minggu atau yang dahulu dikenal dengan sebutan "Tanjung Oost Passer" buka pada hari Minggu. Perbedaan pengoperasian pasar ini dilakukan VOC dengan alasan keamanan serta faktor untuk mempermudah orang dalam berkunjung dan lebih mengenal suatu pasar. Namun kebijakan berlakunya hari kerja pasar tak berlangsung lama. Sebab sejak VOC bangkrut akibat banyak pejabat yang korupsi, pemerintahan Belanda di Batavia diambil alih oleh Kerajaan Hindia Belanda. Sejak zaman Hindia Belanda, peraturan hari kerja pasar pun tak berlaku lagi, hingga sebagian besar pasar buka setiap hari, meski telanjur menyandang nama hari sebagai nama pasar.

Di zaman Hindia Belanda pada akhir abad ke-19 inilah banyak bermunculan pasar-pasar baru yang lebih modern, seperti Pasar Baru dan Pasar Glodok. Pasar-pasar yang muncul pada era abad ke-19 akhir hingga awal abad ke-20 menjadi inspirasi lahirnya supermarket dan juga mal.

Sejak awal tahun 1980, Pemerintah DKI Jakarta gencar membangun pusat-pusat perbelanjaan modern, atau biasa yang dikenal dengan mal dan plaza. Saat ini Jakarta merupakan salah satu kota di Asia yang banyak memiliki pusat perbelanjaan.[70] Beberapa pusat perbelanjaan modern di Jakarta memiliki luas yang cukup besar (lebih dari 100.000 m2). Di pusat-pusat perbelanjaan tersebut hadir berbagai waralaba internasional seperti Starbucks, Sogo, jaringan restoran siap saji McDonalds. Selain itu, perusahaan-perusahaan waralaba nasional juga memenuhi ruang pusat-pusat perbelanjaan tersebut, seperti Es Teler 77, J.Co dan Bakmie Gajah Mada.

Di samping pusat-pusat perbelanjaan mewah, Jakarta juga memiliki banyak pasar-pasar tradisional dan pusat perdagangan grosir antara lain ITC Cempaka Mas, ITC Mangga Dua, ITC Roxy Mas, Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang. Selain itu, terdapat pula hypermarket yang menjadi tren belanja kalangan menengah di Jakarta, antara lain Carrefour, Hypermart, Giant, Lotte Mart, dan Ranch Market. Untuk lingkungan yang lebih kecil, tersedia pula pusat belanja kebutuhan sehari-hari dengan harga yang terjangkau, seperti Indomaret dan Alfamart. Di Jakarta terdapat pula pasar yang menjual barang-barang unik dan antik, seperti di Pasar Surabaya dan Pasar Rawabening.

Sebagai ibukota negara dan pusat perdagangan dan ekonomi di Indonesia, DKI Jakarta memiliki banyak pusat-pusat perbelanjaaan modern atau mall, an tersebar di seluruh wilayah kota admiminstatif, selain Kepulauan Seribu. Pusat perbelanjaan yang ada di Jakarta menurut kota ialah:[71]

Pondok Indah Mall, terletak di Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan. Mal ini terdiri dari 2 bangunan utama yakni Pondok Indah Mall I dan II. Pondok Indah Mall II adalah mal terlengkap untuk memenuhi kebutuhan warga Jakarta Selatan. Di mal ini terdapat Sogo Department Store, Metro Department Store, Uniqlo, dan banyak tenant besar lainnya.

Jakarta merupakan kota internasional yang banyak menyajikan makanan khas dari seluruh dunia. Di wilayah-wilayah yang banyak didiami oleh para ekspatriat asing, seperti di daerah Menteng, Kemang, Pondok Indah, dan daerah pusat bisnis Jakarta, tidak sulit untuk menjumpai makanan-makanan khas asal Eropa, China, Jepang dan Korea. Makanan-makanan ini biasanya dijual dalam restoran-restoran mewah.

Di Jakarta dan seperti kota-kota lainnya di Indonesia, Rumah Makan Padang adalah restoran yang paling banyak dijumpai. Hampir di setiap sudut kota, dengan mudahnya dijumpai rumah makan yang menyajikan masakan asal Minangkabau ini. Selain masakan Minang, Jakarta juga memiliki makanan khasnya. Yang paling terkenal adalah Kerak Telor, Soto Betawi, Kue Ape, Roti Buaya, Combro, dan Nasi Uduk. Sebagai wilayah kancah peleburan yang mempertemukan berbagai etnis di Indonesia, di sini juga bisa ditemukan berbagai macam makanan tradisional dari daerah lainnya, seperti Rawon, Rujak Cingur, dan Kupang Lontong. Di Jakarta juga terdapat Warung Tegal jumlahnya ada lebih dari 34.000 warung di Jabodetabek.[72]

Sejak masa Presiden Soekarno hingga saat ini, Jakarta sering menjadi tempat penyelenggaraan event-event olahraga berskala internasional, di antaranya pernah menjadi tuan rumah Asian Games pada tahun 1962, serta Asian Games 2018, bersama dengan Palembang. Piala Asia pada tahun 2007 dan beberapa kali menjadi tuan rumah Pesta Olahraga bangsa-bangsa Asia Tenggara atau yang lebih dikenal dengan SEA Games.

Mayoritas masyarakat Jakarta gemar berolahraga. Sepak bola adalah cabang permainan yang banyak diminati masyarakat, di samping bulu tangkis, bola voli, dan bola basket. Jakarta memiliki beberapa klub sepak bola profesional. Diantaranya Persija Jakarta, yang saat ini berkompetisi di Liga 1 (Indonesia), dan Persitara Jakarta Utara yang saat ini ikut berlaga di kompetisi Liga 3 (Jakarta).[73]

Tempat-tempat olahraga di Jakarta antara lain: Gelora Bung Karno Senayan di Jakarta Pusat; Stadion Lebak Bulus, GOR Bulungan, Lapangan Golf Pondok Indah, Lapangan Golf Seskoal, dan GOR Soemantri Brodjonegoro Kuningan di Jakarta Selatan; Stadion Internasional Jakarta, Stadion Tugu, Stadion Kamal, Gedung Basket Kelapa Gading, Lapangan Golf Ancol, dan Sports Mall Kelapa Gading di Jakarta Utara; Stadion Bea Cukai Rawamangun, Lapangan Golf Rawamangun, Pacuan Kuda Pulo Mas, dan Gedung Senam DKI Radin Inten di Jakarta Timur.[74]

6°11′00″S 106°50′00″E / 6.183333°S 106.833333°E / -6.183333; 106.833333

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Daerah Khusus Ibukota Jakarta III adalah sebuah daerah pemilihan dalam pemilihan umum legislatif di Indonesia. Daerah pemilihan ini terdiri dari Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kabupaten Kepulauan Seribu di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sejak 2019, daerah pemilihan ini diwakili oleh tujuh anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Lihat detail pada laman daftar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2014–2019 untuk DKI Jakarta.

Lihat detail pada laman daftar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2019–2024 untuk DKI Jakarta.

Lihat detail pada laman daftar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2024–2029 untuk DKI Jakarta.

Daftar mengikuti urutan abjad nama anggota. Partai yang memiliki anggota terbanyak diletakkan bersamaan di paling atas.

%PDF-1.7 %���� 10980 0 obj <> endobj 10995 0 obj <>/Filter/FlateDecode/ID[<5E9182B1B7680D4AAB7C8EFB9C9DAC6A>]/Index[10980 32]/Info 10979 0 R/Length 79/Prev 10186552/Root 10981 0 R/Size 11012/Type/XRef/W[1 2 1]>>stream h�bbd``b`[$� �#@�9��"$@ܯ V*�5Dlq�,Y ��$�d���&F�b ����r��u�O �J 7 endstream endobj startxref 0 %%EOF 11011 0 obj <>stream h��U�O[U?�����a���(]7��Yh���/��2��V,�,���)�������p L���D��6[lXЅu�_Hd5[�FE��ߌ�=Z�(�?x���9�|ιM�� $�+ ����eS4�r���m^b����,Ӗuw)�KR�9�����MY�{#L�������ܔ����e� �eڎ�o��h������h�,�z�1Wf��>)�N#����?�X C�f)��Rf�3��\���д�\��

CCTV di Jakarta Barat

"Jaya raya", "Jaya dan besar (agung)"

"Sukses Jakarta untuk Indonesia!

Jakarta, secara resmi bernama Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau DKI Jakarta, sebelumnya dikenal sebagai Batavia adalah ibu kota Indonesia dan sekaligus daerah otonom setingkat provinsi.[10] Jakarta memiliki lima kota administrasi dan satu kabupaten administrasi. Sementara itu menurut pengertian secara umum, Jakarta disebut sebagai kota metropolitan. Jakarta terletak di pesisir bagian barat laut Pulau Jawa. Jakarta mendapat julukan The Big Durian karena dianggap kota yang sebanding dengan Kota New York (Big Apple) di Amerika Serikat.[11]

Jakarta memiliki luas sekitar 664,01 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 11.135.191 jiwa pada pertengahan tahun 2024.[12] Sebagai pusat bisnis, politik, dan kebudayaan, Jakarta merupakan tempat berdirinya kantor-kantor pusat BUMN, perusahaan swasta, dan perusahaan asing. Kota ini juga menjadi tempat kedudukan lembaga-lembaga pemerintahan dan kantor sekretariat ASEAN. Jakarta dilayani oleh dua bandar udara, yaitu Bandara Internasional Soekarno–Hatta di Kota Tangerang, Banten dan Bandara Halim Perdanakusuma, serta dua pelabuhan laut, yaitu Tanjung Priok dan Sunda Kelapa.[13][14][15]

Daerah ini sudah beberapa kali berganti nama dalam beberapa periode yang tercantum sebagai berikut.[16]

Nama "Jakarta" sudah digunakan sejak masa pendudukan Jepang tahun 1942, untuk menyebut wilayah bekas Gemeente Batavia yang diresmikan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1905.[17] Nama "Jakarta" merupakan kependekan dari kata Jayakarta (aksara Dewanagari: जयकृत), yang berasal dari kata bahasa Sanskerta जय jaya (kemenangan), dan कृत krta (kemakmuran), sehingga Jayakarta sehingga berarti "kota kejayaan dan kemakmuran". Nama itu diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) setelah menyerang dan berhasil menduduki pelabuhan Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527 dari Portugis.

Nama ini diterjemahkan sebagai "kota kemenangan" atau "kota kejayaan". Namun, sejatinya berarti "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha" karena berasal dari dua kata Sanskerta yaitu Jaya (जय) yang berarti "kemenangan"[18] dan Karta (कृत) yang berarti "dicapai".[19]

Bentuk lain ejaan nama kota ini telah sejak lama digunakan. Sejarawan Portugis, João de Barros, dalam Décadas da Ásia (1553) menyebutkan keberadaan "Xacatara dengan nama lain Caravam (Karawang)".

Sebuah dokumen (piagam) dari Banten (k. 1600) yang dibaca ahli epigrafi Van der Tuuk juga telah menyebut istilah wong Jaketra,[20] demikian pula nama Jaketra juga disebutkan dalam surat-surat Sultan Banten[21] dan Sajarah Banten (pupuh 45 dan 47) sebagaimana diteliti Hoessein Djajadiningrat. Laporan Cornelis de Houtman tahun 1596 menyebut Pangeran Wijayakrama sebagai koning van Jacatra (raja Jakarta).

Sunda Kalapa (397–1527)

Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kalapa (Aksara Sunda: ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮊᮜᮕ), berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Ibu kota Kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Padjadjaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kelapa selama dua hari perjalanan.

Menurut sumber Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk. Sunda Kelapa yang dalam teks ini disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern, dayeuh berarti "ibu kota") dalam tempo dua hari.

Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5 sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan diperkirakan merupakan ibu kota Tarumanagara yang disebut Sundapura (bahasa Sanskerta yang berarti "Kota Sunda").[22]

Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk. Kapal-kapal asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu.